Selasa, 31 Agustus 2010

Sambernyowo, Mati Siji Mati Kabeh

PROSESI ritual para calon pemimpin yang ketiga di Solo adalah Mangadeg. Di kawasan ini ada makam Pak Harto dan Bu Tien. Selain makam Sambernyowo yang terletak agak ke atas dan paling dikeramatkan. Itu karena Mangkunegara I ini dipercaya sidik paningale. Dia sakti mandraguna, dan menjadi pujaan bagi warga Kasunanan maupun Kasultanan. Adakah Pak Harto dan Bu Tien juga sakti?

Bicara soal keramat di Solo memang tak bisa dipisahkan dengan Pangeran Sambernyowo (1725-1795). Dia merupakan hero sejati. Sudah terlibat perang sejak usia muda. Bersama Mas Garendi atau Pangeran Kuning menantang Belanda dan Raja Mataram Pakubuwono II. Dan setelah itu perang demi perang diukir untuk mendapatkan keadilan dan pengakuan.

Mataram yang terpecah akibat Perjanjian Giyanti (1755) tak membuatnya surut. Pangeran Sambernyowo atau Raden Mas Said semakin terbangkitkan amarahnya. Dia sadar Kumpeni Belanda melakukan politik devide et impera. Celakanya, itu didukung keluarga raja yang kelak dinobatkan menjadi raja boneka. Mataram Jogyakarta pun diserang.Juga benteng Vredeburg digempur.

Berkat itu akhirnya Belanda dan Mataram mengajaknya duduk satu meja. Melalui Perjanjian Salatiga (1757) Raden Mas Said punya kuasa. Dia memerintah wilayah Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang bagian Utara, serta Kedu. Dan tahun 1756 Raden Mas Said mendirikan istana di pinggir Kali Pepe yang sekarang dikenal sebagai Istana Mangkunegaran. Pangeran Sambernyowo memang cerdas dan inovatif. Selama 250 kali melakukan peperangan, dia libatkan wanita dalam pasukan. Saban kemenangan diciptakannya gending pengeling. Dan melalui doktrin tijitibe, mati siji mati kabeh, mulyo siji mulyo kabeh, heroisme dan soliditas pasukan berhasil dipertahankan.

Keberanian dan kecerdasan di jaman lampau memang tidak tampil telanjang. Seperti kata CC Berg, semuanya terselimuti mistisisme. Keyakinan metafisis. Tak berlebihan jika saban Pangeran Sambernyowo tahu musuh datang dan berhasil menumpasnya, rakyat pun memaknainya sebagai kesaktian. ‘Pangeran Sambernyowo lagi nggambar musuh’. Memetakan kekuatan dan posisinya untuk dihancur-leburkan.

Adakah dengan begitu Capres dan Cawapres kita juga melakukan pengembaraan batin ke berbagai kawasan keramat itu? Jawabnya mungkin tidak dalam tulisan ini. Kita harus sering datang dan bertandang untuk menemukan jawabannya. Dengan begitu, tak hanya Pangeran Sambernyowo yang mampu ‘menggambar musuh’, tapi kita pun bisa melihatnya secara transparan apa, bagaimana dan mau kemana para pemimpin itu membawa negeri ini ke depan.

(joko suud/habis)

sumber : www.posmetro-medan.com, 1 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar