Senin, 30 Agustus 2010

ARSITEKTUR INDIS

Saturday, January 13th, 2007
 
TEMPO Interaktif, Solo:Kota Solo diusulkan agar mendapat perlakuan sebagai benda cagar budaya, karena memiliki urban artifact secara menyeluruh. Pelestarian Kota Solo tidak hanya meliputi lingkungan fisik tetapi juga menyangkut sejarah, geografi, struktur serta seluruh aspek yang menyangkut kehidupan kota tersebut. “UU No 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya memungkinkan Kota Solo secara keseluruhan dijadikan benda cagar budaya,” ujar Danang Priatmojo, Dosen Arsitektur Universitas Taruma Negara Jakarta, Sabtu (13/1).

Danang yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar Pelestarian Pusaka Budaya di Solo dalam rangka memperingati 77 tahun bangunan Pasar Gede yang dirancang oleh arsitek asal Belanda, Thomas Karsten ini mengatakan untuk menetapkan Kota Solo sebagai benda cagar budaya atau historic distric, maka sebelumnya dilakukan pemetaan kawasan cagar budaya atau protected areas. “Ada tiga kelas yang membedakan, kelas pertama adalah dua kompleks kraton yang ada di Solo, Mangkunegaran dan Pakubuanan,” kata dia.

Kawasan kelas pertama itu wajib mempertahankan wujud asli bangunan yang sudah ada. Dengan alasan apapun, di tempat tersebut tidak boleh mengurangi atau menambah bangunan. Sementara di kelas dua meliputi area sekitar kawasan kelas pertama yang masih memiliki struktur kota lama dan mengandung bangungan kuno. “Area ini juga bisa meliputi eks hunian Erioa, Pacinan, Kampung Lawean dan sebagainya,” ujar Danang.

Di kawasan kelas dua ini, struktur kota tidak boleh berubah dan bila terpaksa melakukan perombahan maka harus tetap mempertahankan bentuk aslinya. Sedangkan kawasan kelas tiga adalah sisa bekas kota lama yang dikembangkan Paku Buwana X raja Kasunanan dan Manguengran VII Adipati Pura Mangkunegaran. “Pada kawasan ini yang harus dikendalikan adalah pertumbuhan bangunan baru harus selaras dengan struktur kota lama,” ujar Danang.

Menurut doktor antropologi dari Universitas Indonesia ini, Kota Solo memiliki kekhasan tata ruang yang wujud fisiknya masih dapat dilihat sampai saat ini. Struktur kota lama juga masih utuh bahkan tembok keraton juga masih utuh seperti ratusan tahun sebelumnya. “Cagar budaya secara menyeluruh terhadap suatu kota diperlukan karena ada kekhawatiran pembangunan fisik kota tidak mengindahkan kelestarian tata ruang yang khas di Jawa ini,” kata dia.

Tata ruang Kota Solo tidak bisa dilepaskan dari peran Thomas Karsten, seorang arsitek asal Belanda yang juga mendesain sejumlah bangunan kuno di Solo. Selain Pasar Gede yang dibangun atas permintaan Paku Buwana X, Karsten juga membuat Partin Twin, Partimah Park, Masjid Al Whusto. Karsten juga terlibat dalam perencanaan tata kota kala itu di 19 daerah mulai dari Pelembang hingga Samarinda. (Imron Rosyid)

Sumber: Tempo Interaktif, 13 Januari 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar