KEBUDAYAAN MANGKUNEGARAN
Oleh : Sulung Prabuwono
Sebagai pecahan dari kerajaan Mataram,Mangkunegaran seharusnya mengikuti budaya politik Mataram yang feodal tradisional. Namun fakta menunjukan bahwa Mangkunegaran menempuh jalan yang berbeda dengan pecahan Mataram lainnya.Dalam perspektif sejarahnya, Mangkunegaran berdiri sebagai buah Perjuangan. Sebelum ditanda tangani perjanjian Salatiga itu , sekitar 3 jam terjadi tawar menawar antara pihak Mas Said dengan Kasultanan Yogyakarta yang diwakili oleh Patih Danurejo I. (Sumber:Catatan harian Nicoolas Hartings,1757)
Tawar menawar Mas Said dengan Patih Danurejo I menghasil kesepakatan tiga hal. Pertama; Mas Said diangkat Pebagai Pangeran Miji oleh Susuhunan Pakubuwono dari Kasunanan Surakarta. Kedua; Hak dan kedudukan ayahnya berhak dan dipenuhi untuk dipergunakan oleh Mas Said sebagai Jabatan publik.Konsekuensi dari jabatan yang disandang oleh Mas Said maka yang bersangkutan berhak atas tanah seluas 4000 karya di ;Keduwang, Nglaroh, Matesih, dan Gunung Kidul. Ketiga; Mas Said sebagai Pangeran Miji harus tinggal di Surakarta.
Setelah Negara Mangkunegaran berdiri, dalam budaya politik Mas Said menciptakan budaya politik yang tidak mewarisi kemonarkian full Mataram sehingga menjadi pembeda yang tegas,jelas, dari pecahan Mataram lainnya.Budaya politik yang dibangun Mas Said ditimba dan didasari oleh pengalaman sejarah selama masa perjuangan hingga terbentuknya Negara Mangkunegaran. Mas Said sebagai Mangkunegara I memisahkan antara entitas negara dengan entitas penguasa.
Warisan Monarki Mataram menjelaskan bahwa Raja adalah Kalifatullah atau Dewa Raja atau wakil Tuhan di Bumi. Mangkunegaran mengambil sisi lain yaitu bahwa Raja/penguasa ada karena Rakyat. Pemahaman Rakyat dalam pembangunan budaya politik mangkunegaran awal adalah para pengikutnya dengan inti empat puluh punggowo baku.
Mangkunegaran dalam etika kenegaraan menerobos ketradisionalan dengan cara merubah cara sembah dengan kesopanan. Menghadap raja atau pejabat tidak perlu duduk bersila dan menyembah berkali kali, cukup menyembah hormat dan berlaku sopan. Duduk tidak perlu nglesot di lantai tetapi di dingklik atau kursi yang ada di dalam ruangan. Budaya politik Mangkunegaran yang sering akrab dikalangan warga negara Indonesia namun sering diabai adalah budaya disiplin.
Budaya Disiplin ini melintasi tradisi waktu yang berlaku dalam kemonarkian Mataram yang jawa sentralistik menggunakan sistem waktu circle sedang Mangkunegaran menggunakan sistem Linear. Linear-----------------> Live Goes On. Mangkunegaran menjadi model negara Jawa moderen. Punggowo baku dan pengikutnya selama masa gerilya menjadi awal pengertian istilah rakyat atau kawula. Mas Said menjadi Adipati/Raja karena pengikut/rakyat mendukung dan memilihnya. Entitas merupakan keberadaan sesuatu yang mewujud. Entitas Negara yang mewujud oleh Mas Said harus mempresentasikan diri pada wujud yang sah dan baku serta diakui. Demikian juga dengan penguasa.
Mangkunegaran mengenal adanya Patih Njobo dan Patih njero. Patih Njero mengurusi pemerintahan internal Mankunegaran seperti pengangkatan dan pemberhentian para pejabat dari wedana,mantri ,bupati , mantri gunung dll. Patih njobo mengurusi pemerintahan Mangkunegaran untuk urusan diluar Mangkunegaran seperti ekspedisi penaklukan wilayah Hindia Belanda,perjanjian dan penyelesaian sengketa perbatasan dengan negara diluar Mangkunegaran.
Mas Said Sebagai Mangkunegara I adalah kepala Negara Mangkunegaran yang memangkunya. Mangkunegaran merupakan sebuah Negara Ke-Pangeranan. Tri Dharma Mangkunegaran merupakan Refleksi dari pengalam sejarah perjuangan dan gerilya yang mempresentasikan diri sebagai budaya politik Mangkunegaran. Dharma ketiga yaitu melu hangrungkebi merupakan cikal bakal dan akar dari Nasionalisme di Nusantara yang ditransformasikan sebagai Nasionalisme Indonesia. Melu Hangrungkebi merupakan refleksi dan kewajiban bagi siapapun yang mengaku sebagai Wong Mangkunegaran untuk membela dan hangrungkebi setiap ancaman dan serangan terhadap Mangkunegaran. Dalam bahasa sekarang bisa disebut sebagai Bela Negara.Dharma pertama: mulat sarira hangrasa wani. Mulat sarira maksudnya memahami diri sendiri sambil melakukan introspeksi diri agar dapat mengatasi segala rintangan yang menghalangi perbaikan pribadi. Selain itu juga mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu (maksudnya masa perjuangan). Melalui introspeksi akan timbul kesadaran kesetiakawanan dan kearaban di antara kawan seperjuangan yang kemudian membentuk trah Mangkunegaran atau Wong Mangkunegaran. Dharma kedua Rumangsa Melu Handarbeni maksud ucapan ini disampai oleh Mas Said begitu selesai dilantai sebagai Mangkunegara (1) kepada para pengikutnya untuk disampaikan kepada seluruh keturunannya dan rakyat di wilayah Mangkunegaran. Melalui cara ini, sang pangeran ingin mendapatkan-menyadarkan kepada para pengikut dan rakyatnya bahwa Mangkunegaran adalah miliknya sendiri, tempat memperoleh sumber kehidupan dari tanahtanah yang berada di wilayah Mangkunegaran. Untuk itu perlu dibangun saling kepercayaan antara penguasa dan rakyat. Rakyat dan raja harus membangun sinergi yang bersumber dari nilai-nilai lama yakni “manunggaling kawula gusti”dengan tafsir baru pasca perjuangan. Dharma ketiga ini merupakan wujud dari sebuah kontrak sosial antara Raja dengan pengikutnya/rakyatnya dalam wujud Demokrasi nya.
Mas Said,Soekarno,Mangkubumi
dalam Biographi nya yang ditulis oleh Cindy Adam, Soekarno menyebut dua Hero Jawa yakni Mangkunegoro (1) dan Mangkubumi (HBI) dalam kisah mendirikan negara
Mangkunegoro dan Mangkubumi sama sama mendirikan negara; Mangkunegaran dan Kasultanan Yogyakarta. Sedang Soekarno mendirikan negara Indonesia yang mencakup Mangkunegaran dan kasultanan Yogyakarta.
Prinsip mendirikan memiliki kesamaan. Mangkunegara dan mangkubumi sama sama didukung oleh pengikutnya (Rakyat) dan Soekarno demikian juga didukung oleh pengikut dan rakyat Indonesia.
pilihan nama Mangkunegaran mengikuti keputusan Mas Said demikian juga nama Kasultanan Yogyakarta mengikuti keputusan Mangkubumi.
Keputusan nama Indonesia mengikuti Soekarno.
Dalam mendirikan Negara Indonesia, Soekarno mengikuti dan bertumpu pada budaya politik Mangkunegaran. Pertama; Soekarno membangun kesadaran nasional sehingga pergerakannya mampu membangkitkan kembali kesadaran kolektif pada keberadaan diri sebagai bangsa
Soekarno me- Mulat sarira Hangrasa wani kan pada segenap lapisan penduduk negeri Hindia belanda
Nasionalisme yang ditumbuhkan Soekarno mengikat pada konsekuensi Kepemilikan bahwa bangsa di Negeri Hindia Belanda adalah tuan dan pemilik
Soekarno memobilisasi dan menanamkan bela negara nya pada semangat Nasionalismenya.
Soekarno merestui berdirinya PETA gemblengan Jepang seperti hal nya Mangkunegara II membentuk Legiun Mangkunegaran
legiun Mangkunegaran digembleng oleh Inggris,Perancis dan Belanda sedang PETA digembleng oleh Jepang.
PETA menjadi awal kebangkitan kembali secara Nasional sebagai Alat pertahanan
[24:09, 4/16/2021] Sulung Prabuwijaya: dimana pun belahan bumi itu yang namanya negara pasti selalu ada lembaga untuk pertahanan negara.
dari yang bentuk negara primitif sekalipun
Legiun Mangkunegaran itu hasil produk departemen Pertahanan Negara Mangkunegaran
Sebagai Alata pertahanan Negara Mangkunegaran maka Legiun tidak bisa serampangan dinilai pro ini atau pro itu.
Tiga guna sejarah . Pertama , untuk melestarikan identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok bagi kelangsungan hidup. Kedua , untuk mengambil pelajaran dan teladan dari peristiwa‐peristiwa di masa
lalu. Ketiga , sejarahdapat berfungsi sebagai saranapemahamanmengenaimakna hidup dan mati atau mengenai tempat manusia di atas muka bumi ini
dari tiga kegunaan tersebut kita bisa mengambil guna kedia: pelajaran dan teladan masa lampau
dari kegunaan kedua ini tinggal pilihan menuju ke pertama dan ketiga.
melestarikan atau tidak? yang ketiga pemahaman yang benar atau sesat?
saat RM Suryosuparto bertahta di Tahun 1916, dua tahun kemudian pemerintah Batavia bermaksud menyelenggarakan konggres Bahasa Jawa
dalam Konggres bahasa jawa terseut Mangkunegara VII telah direstui sebagai pemimpin nya
Mangkunegara VII menolak istilah konggres Bahasa Jawa. Mangkunegara VII menggantinya dengan Konggres Keudayaan Jawa
kebudayaan Jawa dan Bahasa jawa
Mangkunegara VII lebih memilih Kebudayaan ketimang bahasa
Pemerintah batavia tidak merespon namun Mangkunegara VII jalan terus hingga terselenggara Konggres kebudayaan jawa di Solo
kebangkitan kebudayaan (Jawa) berlangsung secara formal dari konggres itu hingga kehadiran Jepang 1942
dua tahun Jepang memaksakan pelajaran Sejara
Jepang ke seluruh wilayah pendudukannya namun awal bulan nopember 1944 Jepang merubah mata pelajaran Sejarah jepang menjadi Mata pelajaran sejarah Jawa
bagai api dalam sekam,
api kebudayaan Jawa menyala kembali
Kebudayaan Jawa yang terjaga di empat kraton pecahan Mataram melalui terobosan Mangkunegara VII berhasil menjiwai dan mencerahkan kembali penduduk negeri Hindia Belanda.
Wilayah Sunda dan diluar Jawa (Mohamad yamin, Sanusi pane, Amir Hamzah, YE Tatengkeng) tercerahkan karena akar pengaruh Jawa juga sampai ke daratan daratan tersebut
pengaeuh Jawa dimasa silam tumbuh dan terjaga di wilayah Tatar Sunda
pengaruh Jawa yang masuk ke Sunda lewat dua cara; Pertama lewat aktivitas perdagangan. Kedua lewat para prajurit dan priyayi Mataram yang berekspedisi militer ke wilayah kulon
diluar Jawa juga karena aktivitas perdagangan serta hijrahnya para priyayi Jawa sampai di daratan pulau luar
infiltrasi kebudayaan Jawa ke Sunda sangat kuat dan tatar Sunda tidak berdaya memblokir pengaruh tersebut. Sistem feodalisme Jawa berhasil dengan gemilang berpengaruh pada kebudayaan sunda.
kekuatan Kebudayaan jawa yang sudah ditanamkan mendalam oleh Sultan mataram secara turun temurun dengan segala kreasinya sukses mencapai puncak.
Ketahanan budaya mencakup segalanya karena kebudayaan merupakan manifestasi dari pemikiran pemikiran kolektif,personal,kelembagaan, yang tersistem mendarah daging.
kembali pada Kebudayaan seturut Mangkunegara VII. Disini dalam kebudayaan menegaskan bahwa Sejarah Mangkunegaran termanifestasikan dalam keperduliannya
perduli terhadap kebuayaan.
Mangkunegaran itu memiliki sejarahnya sendiri diluar frame sejarah Nasional Indonesia.
Sejarah Mangkunegaran dalam Frame Nasional Terintegrasi secara Nasional.
Pangeran Sambernyowo menyerah dan menanda tangani perjanjian Saltiga 1757 bukan dalam maksud ketundukan melainkan sebagai strategi mencapai tujuan.
Hanya dengan syarat menyerah dan perjanjian maka Negara Mangkunegaran berdiri. Persoalannya menyerah kepada siapa? kepada belanda Sang pangeran tidak Sudi. satu satunya jalan hanya menyerah kepada penguasa Mataram. Namun Mataram telah terbagi dua;Yogya dan Solo. Keputusan akhir diambil: menyerah pada Sunan Surakarta.
menyerah itu tunduk tetapi ketundukan yang diharapkan dari Mangkunegara (1) patut dipertanyakan🤣🤣🤣🤣
Mangkunegara I tidak meninggalkan karakter ; weweludan, jejemblungan dan dedemitan.
bertindak licin bagai belut dan menerkam bagai serigala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar